Menurut KBBI Debat adalah pembahasan dan pertukaran pendapat mengenai suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Sedangkan berdebat adalah bertukar pikiran tentang suatu hal dengan saling memberi alasan untuk mempertahankan pendapat. Mendebat berarti membantah pendapat orang lain dengan mengajukan alasan. Pendebat adalah orang yang mendebat.
Debatmempunyai peran yang sangat penting dalam pemutusan perundang-undangan oleh legislatif, dalam bidang hukum misalnya ketika dilakukan pengadilan terdakwa, dalam bidang pendidikan, kegiatan politik seperti penentuan calon maupun kebijakan internal politik, bidang binis, dan perekonomian.
Di negara-negara demokratis seperti Amerika dan Indonesia, debat diperlukan dalam penentuan undang-undang maupun ketika dilakukan amandemen terhadap undang-undang. Masalah yang diangkat di dalam pembahasan amandemen akan didebatkan untuk mencari mana argumentasi atau gagasan yang mendekati benar dan paling adil.Debatjuga berperan dalam kemajuan bisnis perusahaan khususnya ketika penentuan langkah-langkah visioner untuk memajukan perusahaan.
Unsur-Unsur Dalam Debat
Suatu kegiatan dapat disebutDebatjika memiliki beberapa unsur-unsur di bawah ini:
a.Memiliki mosi. Mosi adalah topik atau bahasan yang akan diperdebatkan dan mempunyai sifat konvensional. Adanya mosi sangat penting karena di dalam sebuah debat terdapat pihak pro (Afirmasi) dan kontra (Oposisi).
b.Debat harus memiliki pihak pro atau pihak afirmatif yang setuju terhadap mosi yang telah diberikan. Pihak pro akan memberikan pidatonya terlebih dahulu mengenai alasan mengapa mendukung pernyatan di dalam mosi.
c.Selain pihak pro, juga terdapat pihak oposisi atau pihak kontra yang tidak setuju dengan mosi yang sudah diberikan. Pihak kontra akan menyanggah pernyataan dari pihak afirmatif.
d.Sebagai penengah antara pihak pro dan kontra, debat harus mempunyai pihak netral atau pihak yang tidak menaruh dukungan dan tidak condong terhadap salah satu pihak.
e.DalamDebatharus ada moderator yang bertugas memimpin dan mengatur jalannya debat. Tata tertib debat, memperkenalkan masing-masing pihak, dan penyampaian mosi akan dilakukan oleh moderator.
f.Debat juga harus memiliki peserta debat yang nantinya berhak menentukan keputusan akhir bersama juri debat. Dalam beberapa debat, peserta tidak ikut andil dalam penentuan keputusan akhir namun jika dibutuhkan voting, maka biasanya peserta akan diperhitungkan suaranya.
g.Unsur yang terakhir yaitu adanya penulis atau notulen acara yang bertugas mencatat hal-hal terkait debat yang sedang berlangsung misalnya mosi debat, pernyataan moderator, penyampaian masing-masing tim atau pihak, dan hasil keputusan akhir.
Bahasa adalah sebuah sistem, sehingga memiliki berbagai unsur yang terkandung di dalamnya. Bahasa pun dapat diurai ke dalam unsur-unsur pembentuknya, seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Selain itu, bahasa juga merupakan sistem tanda. Hal ini mengandung arti bahwa bahasa yang digunakan itu mewakili hal atau benda yang berkaitan dengan segala aspek kehidupan masyarakat. Secara eksplisit, bahasa itu memiliki makna. Dengan demikian, bahasa dapat digunakan untuk fungsi komunikatif kepada sesama pengguna bahasa.
Berkaitan dengan hal di atas, Barry (2008: 137) menjelaskan bahwa ketika seseorang menggunakan bahasa pasti dilakukan dengan tujuan tertentu, sehingga tujuan utama seseorang adalah menyampaikan tujuan tersebut kepada orang lain / pendengar. Namun ada banyak ujaran dalam bahasa bersifat ambigu atau memiliki lebih dari satu makna. Akibatnya, tujuan yang kejadian penutur sering tidak sama dengan makna yang ditangkap oleh mitra tutur. Hal tersebut oleh Parera (2004: 3) bahwa ujaran yang berupa bunyi, dan morfologis-sintaksis sama, tidak selalu mempunyai tujuan dan fungsi sama. Misalnya, seorang guru mengatakan “ Wah, papan tulisnya kotor sekali Nak.”Ujaran tersebut memang berupa kalimat deklaratif, namun ketika ujaran itu disampaikan di kelas bisa jadi memiliki makna suruhan. Hal-hal semacam inilah yang akan dikaji melalui pragmatik.
PENGERTIAN PRAGMATIK
Yule (1996: 3) memberikan empat macam batasan mengenai pengertian pragmatik. Pertama, Pragmatik adalah studi tentang makna penutur. Pengertian pertama mengandung maksud bahwa pragmatik difokuskan pada kajian bagaimana makna ujaran yang dikomunikasikan oleh penutur (penulis) dan bagaimana ujaran tersebut diinterprestasikan oleh pendengar atau pembaca. Kedua, Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Pengertian kedua menjelaskan bahwa kajian pragmatik melibatkan interpretasi apa yang dimaksud dalam konteks tertentu dan bagaimana berpengaruh pada apa yang dikatakan.
Ketiga, Pragmatics adalah studi tentang bagaimana lebih banyak dikomunikasikan daripada yang dikatakan. Pengertian ketiga ini, memaparkan bahwa pragmatik eksplorasi bagaimana pendengar dapat menyampaikan tentang apa yang dikatakan dalam rangka untuk mencapai penafsiran arti yang dibicarakan oleh pembicara. Dapat pula diartikan bahwa pragmatik berusaha menginvestigasi makna pertuturan yang tidak terkatakan atau tidak tampak. Keempat, pragmatik adalah ilmu yang mempelajari ungkapan jarak relatif. Pengertian terakhir menjelaskan bahwa pembicara menentukan apapun yang perlu diketahui dengan jauh atau dekat pendengar.
Pihak lain, Barry (2008: 138) mendefinisikan pragmatik sebagai bidang kajian bahasa yang menaruh perhatian pada bentuk dan penggunaan bahasa dalam konteks. Terkadang orang yang memilih berbagai bentuk bahasa berbeda ketika ia berada dalam konteks berbeda pula. Namun ada pula orang yang sengaja menggunakan bentuk bahasa yang unik dalam konteks tertentu untuk mendapatkan efek tertentu dari pendengar. Misalnya, ketika dalam pembelajaran guru menyisipkan humor agar siswa tertawa.
Lebih lanjut, Wijana (2011: 4-5) juga menyampaikan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa eksternal, yang terkait dengan penggunaan bahasa dalam komunikasi. Definisi pragmatik menurut Wijana (2011) dan Barry (2008) yang memiliki unsur sama, yaitu mengkaji bentuk / struktur bahasa dan penggunaan bahasa dalam komunikasi. Dengan demikian, kajian bahasa dengan pendekatan pragmatik akan selalu berhubungan dan berhubungan dengan konteks. Pakar linguistik lain seperti Brown (2008: 255) tentang pentingnya pragmatik dalam menyampaikan dan menafsirkan makna melalui pembahasan analisis wacana dan analisis percakapan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dirumuskan definisi pragmatik yaitu ilmu bahasa yang menitikberatkan kajian pada penafsiran makna bahasa yang digunakan dalam konteks komunikasi tertentu. Komunikasi selalu terjadi dengan konteks tertentu dan pembicara / penulis serta pendengar / pembaca. Penutur melalui bahasa yang digunakan menyampaikan menyampaikan maksud tertentu yang harus diinterpretasikan mitra tutur. Dengan demikian, ada beberapa kata kunci dalam pragmatik, yaitu konteks komunikasi, bentuk bahasa, maksud pembicara, dan interpretasi pendengar.
Kalimat adalah rangkaian kata yang mengungkapkan gagasan, perasaan, atau pikiran yang relative lengkap ( Mustakim, 1994:6). Adapula yang menyebut kalimat adalah bagian ujaran yang mempunyai struktur minimal subjek (S) dan predikat (P) serta intonasnya menunjukan bahawa bagian ujaran itu sudah lengkap dengan makna ( Finoza, 1993:115).
Sesuai dengan beberapa kutipan diatas memang benar syarat sebuah kalimat adalah minimal terdiri dari Subyek ( S ) dan predikat (P). Adapun unsur Obyek (O), pelengkap (Pel), Keterangan (Ket) merupakan unsur tambahan bisa hadir dan bisa tidak hadir. Yang wajib hadir dalam sebuah kalimat adalah subjek dan predikat. Jika kurang atau tidak ada kedua unsure tersebut belum bisa dikatakan kalimat.
Selain terdidiri dari minimal dua unsure tersebut kalimat wajib diahiri dengan tanda titik (.).
1. Subjek.(S).
Subjek adalah bagian kalimat yang menunjukan pelaku, sosok (benda) atau masalah yang menjadi pokok pembicaraan (cf.Finoza, 1993:117).
Untuk bisa mengenali subjek atau bukan kita bisa mengetahui dengan melalui jawaban atas pertanyaan apa atau siapa.
Contoh
1 : Anita menulis. contoh
2, Gunung itu besar.
Siapa yang menulis? Jawab Anita.( Aniata adalah subjek dari kalimat tersebut. Apa yang besar? Jawab gunung.
2. Predikat.(P).
“Predikat adalah bagian kalimat yang memberitahu perbuatan subjek” (Warsiman, 2009:119).predikat merupakan tindakan dari subjek biasanya berupa kata kerja, mengenai sifat, cirri-ciri. Predikat dapat diketahui dengan jawaban dari pertanyaan bagaimana dan mengapa.
Contoh :
Novita memukul aziz
Meja kepala sekolah besar
Bagaimana novita? Jawab Memukul ( memukul didisebut predikat) Mengapa meja kepala sekolah? Jawab besar
Perlu dipertegas kembali bahwa jika dalam sebuah kalimat tidak ditemukan jawaban atas subjek ataupun predikat yaitu (apa,siapa) untuk subyek dan (bagaimana, mengapa) untuk predikat, maka belum bisa dikatan kalimat karena unsure minimal pembentukan kalimat adalah terdiri minimal sujek dan predikat walupun posisinya berbalik (SP atau PS).
3. Objek. (O).
Objek bagian dari kalimat yang melengkapi predikat.dalam sebuah kalimat obyek tidak wajib hadir dan biasanya berupa kata kerja transitif. Obyek selalu berada setelah predikat (P), jika dalam bentuk kalimat aktif, dan berada di depan subjek jika dalam bentuk kalimat pasif. Untuk mengenali obyek, dibalik objek dijadikan subjek atau di pasifkan jika kalimat aktif.
Contoh dalam kalimat aktif
Nevy memukul salamun (Salamun sebagai obyek)
Nana meniup trompet (trompet sebagai obyek)
Contoh dalam kalimat pasif:
Salamun dipukul nevy (Salamun berposisi sebagai subjek)
Trompet ditiup nana ( Trompet berposisi sebagai subjek)
Keterangan: jika dalam sebuah kalimat apabila obyek tidak bisa di pasifkan atau sebaliknya, maka tidak bisa dikatakan obyek melainkan dikatakan pelengkap.
4. Pengkap. (Pel).
Pelengkap adalah bagian kalimat yang melengkapi predikat.Biasanya berjenis kata/frasa nomina, frasa adjektival dan frasa preposisional. Tidak bisa menjadi subjek bila dipasifkan. Pelengkap selalu berada dibelakang okjek, apabila kalimat tersebut berpola (SPO), dan berada di belakang predikat apbila berpola (SP). Untuk mengenali pelengkap kita taruh didepan subek jika tidak bisa maka dikatan pelengkap tapi jika bisa maka di sebuk keterangan.
Contoh :
Ira membelikan adiknya sebuah boneka.
Rony membelikan paman sebungkus rokok.
5. Keterangan (Ket).
Bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal tentang bagian kalimat yang lain (S,P,O,Pel).Letaknya bebas (depan, tengah, belakang)
Didahului kata tugas sebagai berikut :
Ket. Tempat : di, ke, dari
Ket. Waktu : ketika, sebelum, pada, selama, dsb.
Ket. Alat : dengan (gunting mobil, dsb).
Ket. Tujuan : supaya, untuk, bagi, demi.
Ket. Cara : secara, dengan (hati-hati, gigih, dsb).
Ket. Penyerta : dengan (adiknya, dsb), bersama
Ket. Similatif : seperti, bagaikan, laksana
Keterangan penyebaban : karena, sebab,
Ket. Kesalingan : satu sama lain, dsb.
Contoh
Tadi pagi aziz menulis surat ( Ket berada diawal kalimat)
Aziz tadipagi menulis surat ( Ket. Berada ditangah kalimat).
Aziz menulis surat tadi pagi ( Ket berada diakhir kalimat)
Beberapa bagian penting dari struktur karya ilmiah diuraikan sebagai
berikut.
1. Judul
Judul dalam karya ilmiah dirumuskan dalam satu frasa yang
jelas dan lengkap. Judul mencerminkan hubungan antarvariabel.
Istilah hubungan di sini tidak selalu mempunyai makna korelasional,
kausalitas, ataupun determinatif. Judul juga mencerminkan dan
konsistensi dengan ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, subjek
penelitian, dan metode penelitian.
2. Pendahuluan
Pada karya ilmiah formal, bagian pendahuluan mencakup
latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat atau kegunaan
penelitian. Selain itu, dapat pula dilengkapi dengan definisi operasional
dan sistematika penulisan.
a. Latar Belakang Masalah
Uraian pada latar belakang masalah dimaksudkan untuk
menjelaskan alasan timbulnya masalah dan pentingnya untuk
dibahas, baik itu dari segi pengembangan ilmu, kemasyarakatan,
maupun dalam kaitan dengan kehidupan pada umumnya.
b. Perumusan Masalah
Masalah adalah segala sesuatu yang dianggap perlu pemecahan oleh
penulis, yang pada umumnya ditanyakan dalam bentuk pertanyaan
mengapa, bagaimana. Berangkat dari pertanyaan itulah, penulis
menganggap perlu untuk melakukan langkah-langkah pemecahan,
misalnya melalui penelitian. Masalah itu pula yang nantinya menjadi
fokus pembahasan di dalam karya ilmiah tersebut.
c. Tujuan (Penulisan Karya Ilmiah)
Tujuan merupakan pernyataan mengenai fokus pembahasan di
dalam penulisan karya ilmiah tersebut; berdasarkan masalah yang
telah dirumuskan. Dengan demikian, tujuan harus sesuai dengan
masalah pada karya ilmiah itu.
d. Manfaat
Perlu diyakinkan pula kepada pembaca tentang manfaat atau
kegunaan dari penulisan karya ilmiah. Misalnya untuk pengembangan
suatu bidang ilmu ataupun untuk pihak atau lembaga-lembaga
tertentu.
3. Kerangka Teoretis
Kerangka teoretis disebut juga kajian pustaka atau teori landasan.
Tercakup pula di dalam bagian ini adalah kerangka pemikiran dan
hipotesis. Kerangka teoretis dimulai dengan mengidentifikasi dan
mengkaji berbagai teori yang relevan serta diakhiri dengan pengajuan
hipotesis.
Di samping itu, dalam kerangka teoretis perlu dilakukan pengkajian
terhadap penelitian-penelitian yang telah dilakukan para penulis
terdahulu. Langkah ini penting dilakukan guna menambah dan
memperoleh wawasan ataupun pengetahuan baru, yang telah ada
sebelumnya. Di samping akan menghindari adanya duplikasi yang
sia-sia, langkah ini juga akan memberikan perspektif yang lebih jelas
mengenai hakikat dan kegunaan penelitian itu dalam perkembangan
ilmu secara keseluruhan.
4. Metodologi Penelitian
Dalam karya tulis yang merupakan hasil penelitian, perlu
dicantumkan pula bagian yang disebut dengan metode penelitian.
Metodologi penelitian diartikan sebagai prosedur atau tahap-tahap
penelitian, mulai dari persiapan, penentuan sumber data, pengolahan,
sampai dengan pelaporannya.
Setiap penelitian mempunyai metode penelitian masing-masing,
yang umumnya bergantung pada tujuan penelitian itu sendiri. Metode-
metode penelitian yang dimaksud, misalnya, sebagai berikut.
a. Metode deskriptif, yakni metode penelitian yang bertujuan hanya
menggambarkan fakta-fakta secara apa adanya, tanpa adanya
perlakukan apa pun. Data yang dimaksud dapat berupa fakta yang
bersifat kuantitatif (statistika) ataupun fakta kualitatif.
b. Metode eksperimen, yakni metode penelitian bertujuan untuk
memperoleh gambaran atas suatu gejala setelah mendapatkan
perlakuan.
c. Metode penelitian kelas, yakni metode penelitian dengan tujuan
untuk memperbaiki persoalan-persoalan yang terjadi pada kelas
tertentu, misalnya tentang motivasi belajar dan prestasi belajar siswa
dalam kompetensi dasar tertentu.
5. Pembahasan
Bagian ini berisi paparan tentang isi pokok karya ilmiah, terkait
dengan rumusan masalah/tujuan penulisan yang dikemukakan pada
bab pendahuluan. Data yang diperoleh melalui hasil pengamatan,
wawancara, dan sebagainya itu dibahas dengan berbagai sudut pandang;
diperkuat oleh teori-teori yang telah dikemukakan sebelumnya.
Sekiranya diperlukan, pembahasan dapat dilengkapi dengan
berbagai sarana pembantu seperti tabel dan grafik. Sarana-sarana
pembantu tersebut diperlukan untuk menjelaskan pernyataan ataupun
data. Tabel dan grafik merupakan cara efektif dalam menyajikan data
dan informasi. Sajian data dan informasi lebih mudah dibaca dan
disimpulkan. Penyajian informasi dengan tabel dan grafik memang
lebih sistematis dan lebih enak dibaca, mudah dipahami, serta lebih
menarik daripada penyajian secara verbal.
Penulis perlu menggunakan argumen-argumen yang telah
dikemukakan dalam kerangka teoretis. Pembahasan data dapat
diibaratkan dengan sebuah pisau daging. Apabila pisau itu tajam, baik
pulalah keratan-keratan daging yang dihasilkannya. Namun, apabila
tumpul, keratan daging itu akan acak-acakan, penuh cacat. Demikian
pula halnya dengan pembahasan data. Apabila argumen-argumen yang
dikemukakan penulis lemah dan data yang digunakannya tidak lengkap,
pemecahan masalahnya pun akan jauh dari yang diharapkan.
6. Simpulan dan Sara
Simpulan merupakan pemaknaan kembali atau sebagai sintesis dari
keseluruhan unsur penulisan karya ilmiah. Simpulan merupakan bagian
dari simpul masalah (pendahuluan), kerangka teoretis yang tercakup
di dalamnya, hipotesis, metodologi penelitian, dan temuan penelitian.
Simpulan merupakan kajian terpadu dengan meletakkan berbagai
unsur penelitian secara menyeluruh. Oleh karena itu, perlu diuraikan
kembali secara ringkas pernyataan-pernyataan pokok dari unsur-unsur
di atas dengan meletakkannya dalam kerangka pikir yang mengarah
kepada simpulan.
Berdasarkan pengertian di atas, seorang peneliti harus pula melihat
berbagai implikasi yang ditimbulkan oleh simpulan penelitian. Implikasi
tersebut umpamanya berupa pengembangan ilmu pengetahuan,
kegunaan yang bersifat praktis dalam penyusunan kebijakan. Hal-
hal tersebut kemudian dituangkan ke dalam bagian yang disebut
rekomendasi atau saran-saran.
7. Daftar Pustaka
Daftar pustaka memuat semua kepustakaan yang digunakan sebagai
landasan dalam karya ilmiah yang terdapat dari sumber tertulis, baik
itu yang berupa buku, artikel jurnal, dokumen resmi, maupun sumber-
sumber lain dari internet. Semua sumber tertulis atau tercetak yang
tercantum di dalam karya ilmiah harus dicantumkan di dalam daftar
pustaka. Sebaliknya, sumber-sumber yang pernah dibaca oleh penulis,
tetapi tidak digunakan di dalam penulisan karya ilmiah itu, tidak boleh
dicantumkan di dalam daftar pustaka.
Karya ilmiah dapat ditulis dalam berbagai bentuk penyajian. Setiap
bentuk itu berbeda dalam hal kelengkapan strukturnya. Secara umum,
bentuk penyaj ian karya ilmiah terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu bentuk
populer, bentuk semiformal, dan bentuk formal.
1. Bentuk Populer
Karya ilmiah bentuk ini sering disebut karya ilmiah populer.
Bentuknya manasuka. Karya ilmiah bentuk ini bisa diungkapkan dalam
bentuk karya ringkas. Ragam bahasanya bersifat santai (populer). Karya
ilmiah populer umumnya dijumpai dalam media massa, seperti koran
atau majalah. Istilah populer digunakan untuk menyatakan topik yang
akrab, menyenangkan bagi populus (rakyat) atau disukai oleh sebagian
besar orang karena gayanya yang menarik dan bahasanya mudah
dipahami. Kalimat-kalimatnya sederhana, lancar, namun tidak berupa
senda gurau dan tidak pula bersifat fantasi (rekaan).
2. Bentuk Semiformal
Secara garis besar, karya ilmiah bentuk ini terdiri atas:
a. halaman judul,
b. kata pengantar,
c. daftar isi,
d. pendahuluan,
e. pembahasan,
f. simpulan, dan
g. daftar pustaka.
Bentuk karya ilmiah semacam itu, umumnya diguna
kan dalam
berbagai jenis laporan biasa dan makalah.
3. Bentuk Formal
Karya ilmiah bentuk formal disusun dengan memenuhi unsur-unsur
kelengkapan akademis secara lengkap, seperti dalam skripsi, tesis, atau
disertasi. Unsur-unsur karya ilmiah bentuk formal, meliputi hal-hal
sebagai berikut.
a. Judul
b. Tim pembimbing
c. Kata pengantar
d. Abstrak
e. Daftar isi
f. Bab Pendahuluan
g. Bab Telaah kepustakaan/kerangka teoretis
h. Bab Metode penelitian
i. Bab Pembahasan hasil penelitian
j. Bab Simpulan dan rekomendasi
k. Daftar pustaka
l. Lampiran-lampiran
m. Riwayat hidup
Untuk kali ini kami akan memberikan informasi mengenai teks laporan hasil observasi, yang dalam hal ini teks laporan hasil observasi hampir menyerupai teks deskripsi karena sama-sama menyampaikan suatu informasi berdasarkan fakta. Tetapi terdapat perbedaan pada sifatnya dimana teks laporan hasil observasi bersifat universal “umum”, sedangkan teks deskripsi bersifat unik dan individual.
Teks Adalah satuan lingual yang dimediakan secara tulis atau lisan dengan tata organisasi tertentu untuk mengungkapkan makna secara kontektual. Laporan adalahJenis teks yang berisi penjabaran umum mengenai sesuatu yang didasarkan pada hasil observasi. Tek laporan juga disebut tek klasifikasi. Observasi adalah Proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis mengenai gejala-gejala yang diteliti. Observasi ini menjadi salah satu dari teknik pengumpulan data apabila sesuai dengan tujuan penelitian, yang direncanakan dan dicatat secara sistematis, serta dapat dikontrol keandalan (reliabilitas) dan kesahihannya (validitasnya). Hasil Observasi Merupakan suatu buah karya yang didapatkan melalui kegiatan obsevasi atau pengamatan yang berupa data maupun rekaman.
Teks laporan hasil observasi ialah teks yang berisi penjabaran umum atau melaporkan sesuatu berupa hasil dari pengamatan (observasi), teks laporan observasi juga disebut teks klasifikasi karena memuat klasifikasi mengenai jenis-jenis sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Menggambarkan ciri, bentuk atau sifat umum seperti benda, hewan, manusia, tumbuh-tumbuhan atau peristiwa yang terjadi di dalam semesta kita, teks hasil observasi bersifat faktual atau berdasarkan fakta yang ada. Sedangkan Menulis Teks Hasil Observasi adalah Kegiatan menulis teks yang berisi penjabaran atau penjelasan-penjelasan secara umum dan konkrit dari hasil pengamatan yang telah dilakukan untuk di publikasikan atau dilaporkan kepada masyarakat atau golongan tertentu.
Apa yang Anda ketahui tentang frasa? Samakah frasa dengan kelompok kata? Apa hubungannya dengan kata maje-muk? Untuk memahami lebih jauh tentang konsep frasa, terle-bih dulu tentukan mana yang frasa dan mana pula yang bukan frasa dari contoh berikut. Lakukanlah diskusi dengan teman Anda.
(1)sedang berlatih
(2)rumah makan
(3)rumah ayah
(4)Rumah ayah sedang diperbaiki.
(5)Rumah makan selalu menyediakan makanan pokok.
(6)Rumah makan kami tidak menyediakan es buah.
(7)Kami ingin belajar di ruang tamu.
(8)Saya membeli buku.
(9)Saya beli buku.
(10) Saya guru.
(11) Sawah ladang dijualnya.
Nah, agar Anda tidak bingung, ikuti paparan berikut dengan cermat. Istilah frasa oleh sebagian orang sering dikacau-kan dengan kelompok kata. Pada satu sisi kelompok kata sering dipertentangkan pula dengan kata majemuk. Sementara itu, di depan, Anda telah mempelajari pembentukan kata, yang me-nyangkut pemajemukan. Pada bagian itu Anda memperoleh keterangan bahwa kata majemuk berbeda dengan kelompok kata biasa. Apakah yang terakhir ini (kelompok kata biasa) yang disebut dengan frasa? Nanti dulu. Memang benar bahwa frasa pada umumnya berupa kelompok kata, namun tidak seluruhnya.
Cermati baik-baik latihan di atas. Manakah yang meru-pakan frasa? Apakah contoh (1), (2), dan (3) merupakan frasa? Jika Anda menyatakan bahwa itu frasa, Anda harus mencoba memahami dengan cermat uraian selanjutnya sebab jawaban Anda salah. Mengapa salah? Bukankah frasa itu kelompok ka-ta? Barangkali Anda akan menjawab bahwa (1) dan (3) frasa, se-dangkan (2) merupakan kata majemuk. Jawaban Anda masih belum tepat seluruhnya. Sebenarnya, contoh (1), (2), dan (3) merupakan kelom-pok kata. Namun, contoh (2) merupakan kelompok kata yang ber-bentuk kata majemuk, sedangkan contoh (1) dan (3) bukan. Sebut saja contoh (1) dan (3) merupakan kelompok kata biasa. Mengapa (1) dan (3) tidak dapat disebut frasa? Frasa sebenarnya berada dalam tataran sintaktis, sedangkan contoh (1), (2), dan (3) bukan contoh kalimat sehingga tidak berada dalam tataran sintaktis. Karena itu, kelompok kata itu baru dapat disebut frasa apabila berada dalam kalimat.
Rasanya, Anda sebenarnya akan mengatakan bahwa pa-da (4) terdapat dua frasa, yakni rumah ayah dan sedang diperbaiki. Pernyataan Anda tersebut tidak salah karena memang kedua-nya berada dalam kalimat. Dengan kata lain, keduanya meru-pakan bagian kalimat.
Sekarang Anda harus berhati-hati sebab meskipun struktur, bentuk, dan maknanya sama, pada contoh (3) rumah ayah tidak boleh disebut frasa, tetapi kelompok kata biasa; se-dangkan rumah ayah pada (4) merupakan frasa. Begitu pula hal-nya dengan struktur rumah makan. Pada (2) rumah makan bukan frasa, melainkan kelompok kata yang berupa kata majemuk; se-dangkan pada (5) rumah makan merupakan frasa. Dengan demi-kian, di dalam kalimat, frasa dapat berupa kelompok kata dan dapat pula berupa kata majemuk, bahkan ada yang merupakan gabungan ke-duanya, seperti yang tampak pada (6), yakni rumah makan kami. Mudah-mudah Anda mulai memahaminya sebab, tam-paknya, hal ini bertentangan dengan konsep Anda sebelumnya, yakni yang menganggap bahwa frasa adalah kelompok kata yang menduduki satu fungsi tertentu atau tidak melampaui ba-tas fungsi. Karena itu, Anda akan berpendapat bahwa frasa ha-ruslah berupa kelompok kata, yakni terdiri atas lebih dari satu kata dan frasa selalu hanya menduduki satu fungsi, seperti S, P, O, atau K. Sebenarnya, berdasarkan konsep ini saja Anda seha-rusnya menyadari bahwa (1), (2), dan (3) bukan frasa karena fungsi kalimatnya tidak jelas. Sekarang bagaimana halnya dengan kalimat (5)—(11)? Ada berapa frasa pada masing-masing kalimat tersebut? Jika Anda berpegangan pada konsep tadi, Anda akan mengatakan bahwa pada (5) terdapat tiga frasa, yakni rumah makan, selalu menyediakan, dan makanan pokok. Pada (6) Anda juga akan ber-pendapat bahwa dalam kalimat tersebut terdapat tiga frasa, yakni rumah makan kami, tidak menyediakan, dan es buah. Pada (7) Anda barangkali akan mengatakan bahwa dalam kalimat itu hanya terdapat dua frasa, yakni ingin belajar dan di ruang tamu. Pada (8), (9), (10), dan (11) mungkin Anda akan mengatakan bahwa dalam kalimat-kalimat tersebut tidak terdapat frasa se-bab setiap fungsi kalimat itu hanya diisi oleh satu kata, kecuali kalimat (11), yakni sawah ladang. Namun, sawah ladang pun me-rupakan kata majemuk sehingga bukan frasa. Begitu pula pada (7), Anda barangkali juga akan menga-takan bahwa kami yang berfungsi sebagai S bukanlah frasa se-bab merupakan kata, bukan kelompok kata. Bila itu jawabannya, Anda harus terus mengikuti dengan cermat uraian berikut se-bab seluruh jawaban itu salah. Sebenarnya, dalam kalimat (5) terdapat dua frasa, bukan tiga. Kedua frasa tersebut adalah rumah makan dan selalu menye-diakan makanan pokok. Bukankah rumah makan berfungsi sebagai S, selalu menyediakan sebagai P, dan makanan pokok sebagai O. Ja-waban Anda benar. Namun, perhatikan dengan cermat perilaku hubungan P dengan O. Hubungan keduanya sangatlah erat se-hingga sebenarnya keduanya merupakan satu kesatuan. Karena itu, keduanya hanya merupakan satu frasa. Hubungan yang erat itu dapat kita uji dengan permutasi, yakni dengan cara me-mindahkan letak unsur-unsurnya. Jika pemindahan itu tidak mengakibatkan perubahan makna, pengelompokkan itu benar adanya. Untuk itu, perhatikan contoh berikut.
*(5a) Makan rumah menyediakan selalu pokok makanan. *(5b) Rumah makan makanan pokok selalu menyediakan. *(5c) Makanan pokok selalu menyediakan rumah makan.
Pada (5a) akan terlihat bahwa antara rumah dan makan tidak dapat saling menggantikan posisinya. Hal itu terjadi kare-na rumah makan memang hanya satu frasa. Pada (5b) maupun (5c) ternyata juga tidak dihasilkan kalimat dengan makna yang sama dengan (5). Hal itu menunjukkan bahwa antara P dan O hubungannya sangat erat. Karena itu, keduanya hanyalah satu frasa. Dengan demikian, kurang benar jika dikatakan bahwa sa-tu frasa hanya menduduki satu fungsi dalam kalimat. Pada (5) dan (6) Anda melihat bahwa terdapat satu frasa yang di dalam-nya ada fungsi P dan O. Pada (7), kata kami sebenarnya merupakan frasa karena melalui permutasi kita dapat melihat bahwa kami merupakan satu kesatuan. Perhatikan perubahan (7) melalui permutasi di bawah ini.
(7a) Ingin belajar di ruang tamu kami.
(7b) Ingin belajar kami di ruang tamu.
(7c) Di ruang tamu ingin belajar kami.
(7c) Di ruang tamu kami ingin belajar.
Nah, sebenarnya frasa dapat saja hanya terdiri atas satu kata. Frasa tidak harus berupa kelompok kata. Karena itu, wajar bahwa frasa disejajarkan atau kadang dipertentangkan dengan kelompok kata. Sekarang bagaimana pendapat Anda tentang kalimat (8)? Ada berapa frasa dalam kalimat itu? Nah, sekarang betul bahwa Anda mengatakan kalimat itu terdiri atas dua frasa, yakni saya, yang berfungsi sebagai S dan membeli buku, yang masing-masing berfungsi sebagai P (membeli) dan O (buku). Ka-limat (9) juga hanya terdiri atas dua frasa. Namun, jangan keliru penentuannya sebab frasa kalimat (9) adalah saya beli dan buku. Mengapa demikian? Konstruksi (9) merupakan konstruksi pa-sif. Untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut tentang ini, ikuti pada uraian struktur kalimat aktif dan pasif di belakang. Karena itu, untuk sementara jika Anda belum memahaminya, tangguhkan dulu. Untuk kalimat (10), pasti Anda tahu bahwa kalimat tersebut terdiri atas dua frasa, yakni saya, yang berfung-si sebagai S dan guru, yang berfungsi sebagai P. Selanjutnya, ka-limat (11) juga terdiri atas dua frasa. Selamat Anda telah sukses. Jika masih merasa belum yakin, diskusikan dengan teman An-da. Sekarang carilah ciri-ciri (indikator) suatu frasa. Tulis dalam catatan Anda atau di pias-pias kosong buku ini. Secara umum, jika berupa kelompok kata, frasa dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan, yakni frasa endosen-tris dan frasa eksosentris. Frasa endosentris, seperti halnya kata majemuk bertingkat, memiliki satu unsur yang dominan, yang menjadi inti, seperti rumah pada (4), (5), dan (6). Pada (4) kata diperbaiki merupakan inti pada frasa sedang diperbaiki. Pada (5) dan (6) inti frasa kedua adalah menyediakan. Pada frasa kedua kalimat (7) intinya adalah belajar dan pada frasa ketiga yang menjadi inti adalah di, bukan ruang. Frasa kedua pada (8) ada-lah membeli dan frasa pertama pada (9) adalah beli yang menjadi intinya. Frasa eksosentris terdapat pada frasa sawah ladang dalam kalimat (11). Pada frasa itu antara sawah dan ladang tidak ada yang dominan atau sebagai intinya. Dalam struktur kalimat, konstruksi frasa itu memiliki nama berdasarkan kategori kata pada intinya sehingga bila yang menjadi inti berupa nomina, frasa tersebut disebut frasa nomina (disingkat FN), seperti rumah makan pada (5). Lalu, ba-gaimana halnya dengan frasa yang hanya terdiri atas satu kata? Karena hanya satu kata, kata itulah yang menjadi inti sehingga sama saja dengan bentuk-bentuk sebelumnya, seperti guru pada (10) merupakan FN. Bagaimana pula dengan frasa yang ekso-sentris? Penamaannya juga mudah. Bukankah pada frasa jenis ini kategori kata unsur pembentuknya sejenis? Karena sejenis, penyebutan satu dapat untuk keduanya, seperti sawah ladang pada (11) merupakan FN. Untuk mengetahui lebih jauh tentang hal itu, berikut ini dikutipkan lagi kesebelas kalimat di atas dengan diberi notasi frasa di bawahnya.
(1)sedang berlatih
kelompok kata biasa, bukan frasa
(2)rumah makan
kata majemuk, bukan frasa
(3)rumah ayah
kelompok kata biasa, bukan frasa
(4)Rumah ayah sedang diperbaiki.
FN (frasa nomina) FV (frasa verba)
(5)Rumah makan selalu menyediakan makanan pokok.
FN FV
(6)Rumah makan kami tidak menyediakan es buah.
FN FV
(7)Kami ingin belajar di ruang tamu.
FN FV Fprep ( frasa preposisi)